store.kintakun-bedcover.co.idAleda Adelheit Andoi atau akrab disapa Adela, lahir di Nabire, Papua, pada tanggal 6 Juni 2008, anak ke 7 dari 7 bersaudara ini memiliki 2 saudara perempuan dan 4 saudara laki-laki, namun salah satu kakak laki-laki Adela meninggal karena keracunan minuman keras. Ia adalah anak asli Papua yang berasal dari Kampung Bawei, Nabire, Papua. Ayahnya bekerja sebagai seorang nelayan dan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga.

Si Cantik Dengan Senyum Manis

Si manis dengan senyuman manis ini selalu menunjukkan keceriaannya apapun yang terjadi dalam kehidupannya. Orang marah sekalipun seketika akan luruh dan ikut tersenyum melihat senyuman Aleda. Sehari-harinya, aktitivitas Aleda sama seperti kebanyakan anak-anak sekolah pada umumnya, pergi sekolah, belajar, dan pulang sekolah ia bermain bersama dengan teman-temannya.

Bungsu dalam keluarga ini paling dimanja oleh orangtuanya, tapi Aleda tidak memanfaatkan keadaan tersebut untuk bermalas-malasan di rumah, ia juga turut serta dalam membantu menyelesaikan pekerjaan rumah, seperti menyapu halaman, masak, dan sebagainya.

Aleda merupakan salah satu siswa kelas 5 SD Negeri Inpres Bawei, Nabire, Papua. Ia sangatlah rajin pergi ke sekolah dan belajar. Cita-cita Aleda adalah menjadi seorang guru, supaya kelak ia bisa kembali ke kampung halamannya, untuk mengajar adik-adik kelasnya yang ada di Bawei supaya mereka bisa menjadi anak yang pandai dan berguna bagi Bangsa dan Negara Indonesia.

Perawat Cilik Dari Utara Yapen

Anak pertama dari pasangan William Matutata dan Sance Karayopi ini bernama Maulin Matutata, sulung dari empat bersaudara ini adalah anak cerdas yang kini berusia 10 tahun yang lahir pada 7 Mei 2010. Maulin tinggal bersama kedua orangtua dan adik-adiknya di sebuah rumah panggung yang sangat sederhana beratapkan daun sagu, di Kampung Waisani, Distrik Windesi, Yapen Utara, Papua. Dalam rumah inilah Maulin melakukan banyak aktivitas di rumahnya. Tumbuh sebagai sulung dalam keluarga, membuatnya menjadi anak yang rajin dan tidak banyak mengeluh.

Selalu ada harapan pada Maulin dalam melakukan pekerjaan rumah, seperti menimba air minum, mencuci pakaian adik-adiknya, mengambil kayu bakar, mencari kerang dan siput untuk tambahan lauk di rumahnya, serta masih banyak pekerjaan lain yang dilakukan olehnya. Bukan hanya fisiknya yang terlatih, tetapi kemampuannya dalam belajar pun sangat mumpuni. Maulin sudah lancar dalam hal membaca dan menulis untuk anak seusianya, ini tak lepas dari kemauannya untuk belajar bersama dengan guru-guru Yayasan Tangan Pengharapan. Kini ia berada di kelas IV SD YPK Imanuel Munggui yang menjadi pusat Feeding & Learning Center Waisani, Papua, Indonesia.

Gadis cilik satu ini sangatlah rajin dalam mengikuti pelajaran di sekolah, juga sewaktu para guru berkunjung ke rumahnya. Maulin sangat tertarik dengan dunia kesehatan, dan saat ditanya soal cita-cita, dengan lantang dan bangga ia menjawab, “Sa mo jadi perawat!” Merawat orang sakit adalah pekerjaan yang bisa membantu banyak orang, cerita Maulin dengan polosnya. Ia bahkan menyebut dirinya sebagai perawat cilik dari Yapen Utara. Maulin berharap, kelak cita-citanya sebagai seorang perawat mampu diraihnya, asalkan ia belajar dengan tekun dan bersungguh-sungguh.

Selalu Ada Harapan

Andy Niwari, murid kelas 2 SD YPK INRI Napan Yaur, Papua, Indonesia ini adalah anak pertama dari pasangan Bapak Sudirman dan Ibu Emi Niwari. Ayahnya meninggal saat Fandy berumur dua tahun. Ia adalah anak yang pendiam dan mudah menangis, apalagi pada saat diganggu oleh teman-temannya, serta anak yang sangat pemalu, jika ditanya Fandy hanya diam tertunduk malu.

Sejak ayahnya meninggal, Fandy kurang mendapat perhatian dan kasih sayang, Ibunya kini telah menikah lagi dan hidup bahagia bersama keluarga barunya di kota Nabire, serta sangat jarang kembali Napan Yaur. Bersyukur Fandy masih memiliki nenek, paman, dan tante yang mau menjaga dan merawatnya.

Si pemalu Fandy adalah anak yang sangat rajin membantu neneknya. Sehari-harinya, ia mau mengerjakan pekerjaan rumah, seperti: mencuci piring, mengangkat air, memasak air minum, bahkan melakukan pekerjaan orang dewasa seperti memotong kayu bakar, juga dilakukan Fandy. Ia hobi bermain karet dan naik keatas pohon yang ada di depan rumahnya.

Fandy pernah tinggal kelas karena jarang pergi ke sekolah dan tidak ada yang membantunya belajar ketika di rumah, hingga akhirnya ia ketinggalan pelajaran. Namun seiring dengan berjalannya waktu, semangatnya bangkit, ditambah Fandy melihat teman-temannya yang sudah lancar dalam membaca, ia semakin rajin belajar. Akhirnya, Fandy mampu mengejar ketertinggalannya dalam membaca dan berhitung, dan bisa naik ke kelas 2.

Dukungan dari Paman, nenek, guru dari Yayasan Tangan Pengharapan, serta orang-orang yang peduli kepadanya menjadi penyemangat Fandy dalam belajar. Selalu ada harapan dukungan dan doa kedepannya menjadikannya sosok yang lebih baik lagi, dan ia bisa meraih segala impian dan cita-citanya. Ayo terus mendukung dengan membeli setiap Produk Kintakun – Mari Berbagi #DariKamar Kintakun.

-49%
Rp 175,000 Rp 89,900

Hemat Rp 85,100

-65%
-49%
Rp 78,000 Rp 42,000

Hemat Rp 36,000

-65%
Rp 220,000 Rp 76,000

Hemat Rp 144,000

-56%
Rp 1,260,000 Rp 550,000

Hemat Rp 710,000

-48%
Rp 170,000 Rp 89,000

Hemat Rp 81,000

-49%
Rp 250,000 Rp 128,000

Hemat Rp 122,000

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

one + fourteen =